Memenuhi Kebutuhan Dasar Psikologis (Basic Psychological Needs)
11 months ago 643Setiap makhluk hidup memerlukan nutrisi untuk dapat bertahan hidup dan berkembang dengan baik. Tanaman membutuhkan matahari dan air untuk bisa bertumbuh, berbunga dan berbuah. Hewan membutuhkan hewan lain, air dan buah-buahan untuk bisa bertahan hidup. Bagi manusia, kebutuhan ini menjadi lebih kompleks karena menyangkut tidak hanya kebutuhan fisik melainkan juga kebutuhan psikologis. Kalau kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang harus terpenuhi agar seorang berkembang dengan baik secara fisik, maka kebutuhan psikologis adalah kebutuhan yang harus terpenuhi agar seorang dapat berkembang dengan baik secara psikologis. Perkembangan yang optimal secara psikologis akan berkontribusi bagi well-being seseorang dan ini akan memastikan kesehatan jiwa orang tersebut.
Menurut teori Self-Determination (SDT), terdapat tiga kebutuhan dasar yang harus terpenuhi untuk memastikan perkembangan yang optimal dan well-being seseorang. Kebutuhan tersebut adalah autonomy, competence dan relatedness. Autonomy adalah kebutuhan seorang untuk bertindak secara bebas sesuai dengan minat dan nilai-nilai dalam diri yang otentik dan tidak dikontrol oleh apapun baik dari dalam ataupun luar dirinya. Kontrol dari luar bisa dalam bentuk paksaan, ancaman, ataupun bujukan dari orang lain. Sedangkan kontrol dari dalam bisa dalam bentuk rasa bersalah, rasa malu, ataupun keinginan untuk diakui. Kebutuhan autonomy akan terpuaskan dalam diri seseorang kalau ia melakukan sesuatu karena ia menginginkannya karena hal itu sejalan dengan minat dan nilai hidupnya.
Competence adalah kebutuhan seseorang untuk merasa efektif ketika berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya dan punya kesempatan dan dukungan untuk melatih, mengembangkan dan mengekspresikan talenta/skill. Kebutuhan ini akan terpuaskan kalau seorang diberikan struktur, yang terdiri dari batasan, goal dan ekspektasi yang jelas, pemberian feedback dan challenge. Ini termasuk memberikan konsekuensi yang konsisten ketika tidak mencapai goal dan ekspektasi. Dengan struktur yang jelas, maka seseorang dapat mengukur dan mengatur perilakunya sehingga sesuai dengan hasil yang akan diperoleh. Dengan demikian, maka hasil akan lebih terprediksi dan hal ini akan melahirkan perasaan mampu (sense of efficacy). Sebaliknya, situasi yang kacau dengan ekspektasi dan goal yang tidak jelas akan membuat seorang merasa tidak efektif karena tidak bisa memprediksi hasil dari apa yang ia lakukan saat ini. Yang akan terjadi adalah rasa frustrasi dan tidak efektif.
Relatedness adalah kebutuhan seseorang untuk terkoneksi dan terlibat dengan orang lain, yang akan melahirkan perasaan memiliki (sense of belonging). Ini adalah kebutuhan manusia yang mendasar untuk membangun koneksi dengan orang lain. Pemuasan kebutuhan ini terjadi ketika seorang dapat diterima dengan tulus dan apa adanya, serta menjadi bagian dari satu kelompok. Sebaliknya, lingkungan yang menunjukkan penolakan, pengabaian ataupun kekerasan (abuse) akan berdampak sangat negative terhadap pemuasan kebutuhan ini. Hal ini termasuk bagaimana seorang mempersepsikan penolakan atau pengabaian, meskipun kenyataannya tidak selalu demikian. Misalnya seorang anak dapat merasa bahwa ia ditolak oleh orang tuanya melalui sikap atau perilaku tertentu yang orang tuanya lakukan padanya. Padahal mungkin orang tua tidak bermaksud memperlakukan anaknya demikian.
Ketiga komponen BPN adalah kebutuhan psikologis yang harus terpuaskan dalam kehidupan seseorang untuk dapat bertumbuh secara optimal dan mencapai kesejahteraan diri (well-being). Jika lingkungan sosial gagal untuk memuaskan satu atau lebih kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka akan ada dampak langsung yang akan terprediksi. Pemenuhan BPN yang rendah akan membuat individu gagal untuk bertumbuh secara optimal dan hal ini dapat mengganggu kesejahteraan diri individu. Terlebih lagi, kalau lingkungan sosial yang secara aktif mengancam pemuasan kebutuhan, seperti penggunaan psychological control, lingkungan yang kacau dan tidak terprediksi, serta penolakan dan pengabaian, akan membuat individu mengalamai needs frustration. Needs frustration tidak hanya membuat individu tidak berkembang secara optimal, namun juga membuat individu berkembang ke arah yang negatif, bahkan psikopatologis.
Needs frustration menghasilkan setidaknya dua konsekuensi. Konsekuensi pertama yang akan langsung dirasakan oleh seseorang adalah ketidaksejahteraan diri (ill-being). Ini terjadi karena secara sederhana, nutrisi bagi perkembangan yang optimal tidak terpenuhi. Hal ini dibuktikan melalui penelitian-penelitian yang menunjukkan bahwa needs frustration menjadi prediksi bagi berbagai masalah internalisasi yang terkait dengan ketidaksejahteraan seperti depresi, gangguan makan, burnout, atau gejala fisik. Dalam satu diary studies mengindikasikan bahwa pemuasan basic psychological needs yang tidak konsisten dalam kehidupan sehari-hari berhubungan dengan fluktuasi pada gejala psikis sehari-hari dan juga afek negatif pada remaja. Penelitian oleh Thøgersen-Ntoumani, et. al., menyatakan bahwa perilaku mengontrol makan yang tidak sehat yang dilakukan oleh remaja perempuan karena ketidakpuasan terhadap gambar tubuh adalah indikator dari needs frustration.
Selain itu, ketidakpuasan BPN akan membuat seseorang merasa tidak berharga. Mereka akan mengembangkan perasaan tidak mampu, tidak dikasihi, tidak dihargai sebagaimana adanya dan seterusnya. Ini akan membuat seseorang berusaha untuk mengompensasi perasaan tersebut dengan mengejar goal ekstrinsik seperti mengejar kekayaan atau ketenaran. Namun ini sendiri tidak bisa menggantikan BPN karena tidak bisa memenuhi kebutuhan yang mendasar tersebut. Konsekuensi lain adalah seperti perilaku rigid, memberontak dan kontrol diri yang lemah yang semuanya dapat mengarah ke perilaku psikopatologis seperti eating disorder, conduct disorder, self-harm dan sebagainya.
Karena itu, orang tua atau figur signifikan di lingkungan anak atau remaja perlu memperhatikan bagaimana mereka dapat memenuhi pemuasan BPN dalam kehidupan sehari-hari demi menunjang pertumbuhan yang optimal.