blog-image

The Power of Silence

1 year ago 539

(oleh Esther Gunawan, M.Th Konseling)

Tahun ini tampaknya menjadi tahun di mana saya memberikan ucapan dukacita terbanyak kepada keluarga-keluarga yang sedang berduka. Sebagian besar orang yang meninggal itu disebabkan Covid-19. Saya menduga masih akan melakukannya lagi. Ini yang membuat saya sedih dan galau, karena kemungkinan benarnya memang besar. Atau, kemungkinan sebaliknya, orang lainlah yang mengucapkannya untuk saya?

Lelah rasanya menulis ucapan dukacita. Hati ini yang merasa lelah, jari pun ikut terasa berat. Dalam sehari kadang-kadang ada lebih dari satu berita dukacita dari orang yang saya kenal.…

Berita meningkatnya jumlah orang yang positif dan angka kematian karena Covid-19 dapat mengharu biru perasaan kita, apalagi jika yang mengalami adalah keluarga dan orang yang kita kenal. Bukan hanya mereka yang merasa seperti sedang naik roller-coster, kita pun seperti ikut di dalamnya.

Bisa juga tiba-tiba kita menjadi speechless dan wordless, mau ngomong apa lagi… mau nulis apa lagi… mau doa apa lagi... dan di saat yang sama, pikiran menjadi aktif dan sibuk, hati pun terasa berkecamuk.

Sebagian orang tiba-tiba menjadi ”cerewet” dan harus sering curhat. Sebagian lagi tiba-tiba menjadi ”ahli analisis” atau komentator, rajin menulis, membuat puisi, atau membuat webinar, dan lain-lain. Semua itu adalah cara-cara untuk menyalurkan kegelisahan akibat situasi yang di luar kendali dan sulit diprediksi.

Sering kali sulit bagi kita untuk berdiam diri dan bersikap tenang di tengah situasi tersebut. Saya pun begitu. Bersikap diam dan tenang yang sebenarnya termasuk tindakan sederhana atau simpel, bisa menjadi perkara yang sulit dan rumit. Apalagi jika kita mempunyai masalah emosi atau psikologis.

Sudah banyak riset dan teknik yang dikembangkan untuk membantu orang supaya dapat bersikap diam dan tenang.

Salah satu teknik yang pernah saya coba adalah mindfulness. Tehnik untuk melatih diri agar menjadi lebih rileks, santai, dan tenang. Melihat dan menikmati apa yang ada di depan kita dan apa yang kita lakukan tanpa menilai apa-apa. Tidak terus-menerus membiarkan diri tegang, gugup, atau dikuasai pikiran negatif. Beberapa tahun belakangan ini teknik tersebut semakin dikenal, dianggap cukup efektif untuk mengatasi gejala-gejala emosi pada orang yang mudah depresi dan cemas.

Ada juga teknik lain yang disebut teknik silence, yang dilakukan di dalam sesi konseling oleh kami sebagai konselor terhadap klien, yaitu membiarkan klien berdiam diri.

Apa yang terjadi ketika klien diberi kesempatan diam? Ada yang pikirannya mengembara ke mana-mana; semakin merasakan kegelisahannya; semakin sadar akan napas dan detak jantungnya. Ada yang kemudian menjadi lebih tenang, sehingga bisa melihat diri dan masalahnya dengan lebih jelas atau mendapat insight baru.

Jadi, berdiam diri atau hening itu sebenarnya memberi kesempatan kepada diri kita untuk secara perlahan menjadi tenang. Dengan begitu, kita punya waktu untuk menghayati, mencerna, menerima, mendapat insight, bahkan untuk menikmati diri kita, makanan kita, aktivitas kita, relasi dengan orang lain, termasuk relasi dengan Tuhan.

Ada kalimat bijak yang menyatakan, ”Dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu.” Ketenangan bersama dengan percaya akan menghasilkan kekuatan. Saya menyebutnya sebagai the power of silence, ada kekuatan di dalam keheningan dan ketenangan.

Apakah mungkin menjadi tenang di tengah tekanan dan penderitaan? Tampaknya iya, Tuhan punya banyak cara untuk memberi kita ketenangan, termasuk memakai teknik mindfulness, konseling, dan pengobatan dari psikiater, juga ketika kita mendekatkan diri pada-Nya.

Jadi, tenang di sini bukanlah hasil ciptaan sendiri atau menyugesti diri, melainkan dari Tuhan. Dialah Sumber Ketenangan dan Kekuatan.

Mungkin selama ini kita ingin segera mendengar Tuhan memberi jawaban yang jelas kenapa Ia ”membiarkan” pandemi atau penderitaan terus terjadi. Ingin mendapat kepastian kapan semua ini berakhir, supaya kita bisa tenang. Itu semua keinginan yang sangat wajar. Tetapi, kita kecewa karena tidak mendengar apa-apa dengan jelas dari Tuhan sampai sekarang….

Bisa juga selama ini kita lebih banyak bicara, baik kepada diri sendiri dan orang lain, sehingga kita tidak mendengar Tuhan bicara. Atau, mungkin Dia memang sedang diam…? Memang sulit menebak dengan pasti Tuhan sedang apa, Tuhan mau apa, atau Tuhan mau kita berbuat apa. Kita bisa salah mengerti dan bisa juga menjadi kecewa.

Kadang Dia bisa terdengar di tengah kegalauan kita, atau di tengah kebisingan dunia, tetapi kadang tidak.… Kadang Dia hanya bisa terdengar ketika kita diam menyimak dengan sungguh-sungguh. Itu pun sebenarnya tidak menjamin Dia pasti akan bicara, karena Dia akan bicara, jika Ia memang mau bicara.

Ada saat-saat tertentu Allah memang ingin kita diam. Dengan begitu memungkinkan kita menjadi tenang sehingga mampu menangkap maksud-Nya lebih jelas. Bisa saja Ia bukan datang untuk membawa penjelasan, melainkan justru ingin berbicara tentang diri kita. Seberapa dalam kita sudah mengenal diri dan memahami diri, dan seberapa dalam kita sudah mengenal Tuhan Pencipta kita….

Bagaimana Dia menyatakan itu semua? Percayalah, Dia punya banyak cara untuk membuat kita pada akhirnya mendengarkan-Nya. Kita akan surprise dengan apa yang Ia bukakan.

Manusia sudah terlalu banyak bicara, terlalu mudah reaktif, dan menutup telinga terhadap suara Tuhan. Kita hanya mau mendengar apa yang kita suka dengar. Kita tidak merindukan-Nya seperti Dia merindukan kita, karena kita tidak benar-benar mengenal-Nya.

Diamlah dan ketahuilah bahwa Akulah Allah!

Kapan terakhir kali kita berdiam diri dan menjadi tenang, menikmati diri kita, menikmati relasi dengan keluarga, orang lain, dan terutama dengan Tuhan? Kita sungguh membutuhkannya.

Ingatlah the power of silence.

(Juli, 2021—Bahkan untuk berdiam diri dan tenang pun kami membutuhkan pertolongan-Mu, ya Tuhan.)

Diambil dari buku KETIKA KITA MERASA KEHILANGAN SEGALANYA (Menggapai Tuhan di Tengah Penderitaan), diterbitkan oleh Literatur Perkantas, karya Esther Gunawan

call

Emergency Call 08111122150

email

24/7 Email Support haloicarecc@gmail.com

- OR -